Nah, saya lanjutkan lagi ya cerita perjalanannya. Ngomong-ngomong, ingin kasih tau aja nih, kalau cerita-cerita
yang saya tulis itu nggak urutan. Jadi kebetulan yang melintas di kepala aja langsung saya tulis hehehe.
Malam Natal di Padang Gembala. Merayakan malam Natal di Bethlehem adalah impian kecil dari saya dan
Mama. Tadinya kami berpikir kalau kami akan merayakan Misa besar di Gereja Nativity, yaitu gereja titik
kelahiran Yesus. Tetapi guide kita rupanya mempunyai rencana berbeda, karena ternyata Gereja Nativity
akan dipadati oleh 15-20 ribu orang, dan misa akan dilaksanakan dalam bahasa Arab. Sebagai alternatif, dipilihlah
misa pribadi berlokasi di Shepherds’ Field Church atau Gereja Padang Gembala, yaitu lokasi di mana para
gembala menerima kabar gembira dari malaikat mengenai kelahiran sang Juru Selamat. Saat kita tiba di sana,
ternyata sudah ada ribuan orang dari berbagai bangsa menunggu giliran untuk melakukan misa. Misa dilakukan
sendiri-sendiri per rombongan di beberapa spots yang disediakan. Tadinya dijanjikan misa kita akan mulai
pukul 8 malam, tetapi ternyata rombongan lain sudah menyodok rombongan kita, sehingga kita harus menunggu
lagi di tengah cuaca yang dingin menusuk tulang. Sampai akhirnya sekitar jam 10 malam, guide kita mengatakan
kalau kita mendapat tempat misa di gua yang hangat dan diterangi cahaya lampu. Tetapi saat kita menuju ke
gua, terjadilah masalah, karena ternyata ada rombongan lain yang pastornya kenal dengan pastor setempat,
sehingga tempat ternyaman yaitu gua yang hangat terpaksa harus diserahkan ke beliau. Akhirnya setelah
menunggu sekian lama, hampir pukul 11 malam, kita memulai misa, di bagian paling terbuka di padang, tanpa
atap, tanpa lampu, diterangi oleh lilin (yang mati-mati cahayanya karena tertiup angin dingin) dan cahaya bintang.
Sang Pastor sampai menggunakan sarung tangan dan kupluk karena dingin luar biasa. Namun pada saat liturgi
ekaristi, semuanya harus dia tanggalkan untuk memegang tubuh dan darah Kristus. Saat itu, saya merasa inilah
misa terindah yang pernah saya jalani. Di mana kita bisa merasakan, rasa dingin yang juga dirasakan oleh Yusuf
dan Maria pada saat mereka melakukan perjalanan, ditolak oleh rumah-rumah penginapan, dan harus melahirkan
Yesus di kandang domba. Saat selesai misa, kita merasakan kehangatan yang luar biasa, semua orang
berpelukan dan mengucapkan Merry Christmas. Hidung berair, kuping yang beku, sudah tidak terasa lagi.
What an experience!
Merah Putih Berkibar di Danau Galilea. Danau Galilea atau orang sana menyebutnya Sea of Galilee (padahal
danau loh, bukan laut), adalah tempat dimana Yesus pernah menjinakkan angin topan dan berjalan di atas air.
Beberapa menit setelah rombongan masuk ke dalam perahu kayu dan perahu mulai berlayar, tiba-tiba kami
melihat asisten nahkodanya mendekati tiang yang mempunyai 2 tali. Di salah satu tali sudah berkibar bendera
Israel, dan ternyata nahkodanya memegang bendera Indonesia dan mulai memasang bendera tersebut. Jadilah
kita yang orang Indonesia ini, melihat ada merah putih, langsung ambil posisi dan siap-siap menyanyikan lagu
Indonesia Raya. Baru kita menyanyi sedikit, ternyata di speaker kapal tedengarlah instrumental lagu kebangsaan
kita tercinta, dan semua berdiri memandang sang saka merah putih berkibar di Danau Galilea sambil menyanyikan Indonesia Raya dengan penuh semangat. Dan saat itu saya mempunyai secercah harapan, supaya hubungan
politik antara Indonesia dan Israel bisa berlanjut kembali, sama seperti dua bendera yang berkibar berdampingan
di tiang kapal pagi itu.
Sound System Alami di Gereja St. Anna. Gereja St. Anna adalah gereja tempat kelahiran dari Bunda Maria.
Saat tiba di sana, tour guide saya bilang, kalau sebaiknya saya siapkan satu lagu untuk dinyanyikan di dalam
gereja, dan dia mintanya saya menyanyi solo. Ada apakah gerangan? Saat saya maju ke depan, saya memilih menyanyikan lagu You Raise Me Up. Sang guide mengiringi dengan petikan gitarnya. Begitu saya membuka
mulut, tanpa power yang terlalu besar, ternyata suara saya sudah bisa memenuhi ruangan. Nggak usah pakai
sound system lengkap tetapi efeknya mirip dengan speaker dolby surround sound. Sehabus nyanyi di situ,
rasanya seperti habis konser tunggal loh! Walaupun hanya untuk menghibur serombongan aja, tetep brasanya
keren oi.
Menyanyi di Gereja Kana. Kana adalah kota tempat Yesus melakukan mukjijat pertamanya mengubah enam
tempayan air menjadi anggur terbaik. Yesus melakukan itu pada saat acara perkawinan, dan karena itulah,
maka diadakan misa pembaharuan janji perkawinan bagi para pasangan. Kali ini pembaharuan janji dilakukan oleh
empat pasangan dari rombongan kita. Mulai dari yang paling senior dan sudah menikah 40 tahunan, sampai
pengantin baru yang menikah 10 bulan lalu. Saya diminta mempersiapkan lagu-lagu untuk misa perkawinan itu,
dan karena tidak ada anggota koor, umumnya saya menyanyikan semua lagu-lagunya sendirian mulai dari lagu pembukaan sampai penutup: The Wedding, Kasih, Berkatilah, Tulang Rusuk, Devoted To You, dan You Raise Me
Up. Perasaan bahagia bercampur haru meliputi hati saya saat mengiringi prosesi misa tersebut, karena teringat seandainya Papa masih hidup, tentu saja Papa dan Mama akan melakukan pembaharuan itu juga. Tetapi saya
teringat lagi kalau janji itu tidak perlu diulang karena Papa dan Mama sudah betul-betul melakukan janji perkawinan itu, yaitu mereka setia satu sama lain, dalam untung dan malang, sampai maut memisahkan.
Masih ada cerita-cerita lainnya yang menarik juga, tapi dilanjutin di posting berikutnya yah....