Saturday, July 19, 2008

Bahasa Jawa

Dalam grammar bahasa Jawa ada yg namany gradasi / tingkatan spt Ngoko, Ngoko Alus, Bhs Madya, Krama, n Krama Inggil. Tapi yang akan saya bahas di sini bukanlah itu. Yang akan saya bahas di sini adalah 3 bentuk bahasa yang ada di Jawa Tengah.

Masih berkaitan dengan postingan saya yang lalu yang bertema merakyat. Salah satu ciri merakyat adalah mau mempelajari budaya setempat, termasuk dalam hal ini adalah bahasa.
Saya mempunyai seorang teman cina dari Solo, dia bukan berasal dari golongan cina yg high class. Walaupun dia orang cina, tapi bahasa Jawanya... beeeeh.... SIP TENAN...!
Dia bisa bahasa Krama Inggil secara luwes dan enak didengar, bener2 siip, bahkan mungkin orang yang asli Jawa bisa kalah bahasa Kramanya sama dia.
Lagipula dia lebih terbiasa menggunakan bahasa Jawa yang "baik dan benar" tidak seperti cina2 laennya yang menggunakan bahasa campuran, yang saya sebut dg bahasa Jawa Mandarin.


Berikut adalah contoh 3 buah bahasa.

Bahasa Indonesia:
Kemarin dia pergi bersama bibinya ke Surabaya.

Bahasa Jawa murni:
Dhik wingi dekne lunga karo bulike neng Suroboyo

Bahasa Jawa Mandarin:
Kmaren deknen pegi mbek tantene ndek Surabaya.

Monday, July 14, 2008

Merakyat atau Sekedar Berkumpul di Luar…?

Bagi anda yang pernah berkunjung ke Semarang ataupun yang asli Semarang pasti sudah tahu yang namanya Gang Warung, temennya Gang Pinggir, Gang Lombok, dll. (atau mungkin juga beberapa ada yg blom tahu).

Gang Warung adalah suatu tempat di salah satu sudut kota Semarang, dekat dg Pasar Johar dan Kota Lama. Di gang ini pada saat akhir pekan (Jumat, Sabtu) malam hari biasanya akan menjadi sangat ramai, dan ditutup buat kendaraan (mobil & motor tidak boleh masuk). Kenapa sebabnya...? Karena pada saat malam hari d akhir pekan gang ini akan berubah menjadi kawasan tempat makan dan bersantai baik bagi warga sekitar maupunpun orang2 yg ingin berkunjung d sana. Ya, boleh dibilang gang ini pada akhir pekan malam hari adalah Kya-kya-nya Semarang. Saat pertama kali ke tempat ini, saya langsung merasa seperti berada di Kya-kya Surabaya. Bentuk, suasana, dan situasinya hampir mirip dg di Kya-kya Surabaya, hanya luasnya lebih kecil daripada Kya-kya di Surabaya.

Warung Semawis, demikianlah nama resmi untuk gang Warung Semarang pada akhir pekan d malam hari.

Di tempat ini pada saat akhir pekan malam hari, anda bisa melihat makhluk2 semacam pacarnya Arif Jogiantoro (saat ini) berseliweran, dan berkumpul di sana. Mulai dari yang paling bening bak artis HongKong sampai yang paling kacau kayak babi, semua bisa anda lihat di sini pada saat akhir pekan malam hari. Makhluk2 seperti itu yang biasanya terlihat di mall2 dan pusat perbelanjaan mewah, sekarang bisa anda lihat dan nikmati di sebuah gang yang sempit, agak kumuh, dan kecil ini, dengan beberapa bangunan tua di sisi kanan-dan kirinya. Ya, di gang ini mereka berkumpul, makan2, bercanda, tertawa gembira, bernyanyi2 karaoke, dan bersantai menikmati akhir pekan di udara terbuka, di tempat yang jauh sekali dari kesan mewah.

Saat ke sini mungkin anda akan berpikir, ooh, ternyata makhluk2 seperti itu bisa merakyat juga ya... Mau makan di tempat terbuka dan tidak mewah.

Eits, tunggu dulu, jangan salah, merakyat bukan berarti cuma berada dalam tempat dan situasi yang tidak mewah. Merakyat adalah mau bersosialisasi, bekerjasama, dan saling mencintai dengan orang yang berbeda ras, warna kulit, dan kekayaan. Tanpa memikirkan keuntungan diri pribadi.

Jadi walaupun mereka sudah mau untuk makan dan beracara di tempat yang tidak mewah, bukan berarti mereka sudah merakyat, toh sesudah itu mereka juga kembali lagi ke habitatnya masing2. Dan lagi, sebagian besar yang datang ke tempat ini adalah makhluk2 semacam itu (Arif Jogiantoro dan pacarnya saat ini). Persentase Wana’nya sedikit sekali, entah karena minder atau karena merasa dicuekin dan kurang disambut dengan hangat. Padahal kalau ingin cuci mata, di sana adalah tempat yang cocok sekali. Selain itu walaupun mereka sudah berkumpul di suatu tempat yang tidak mewah, namun saya masih melihat adanya perbedaan antara yang kaya dan yang miskin dari pakaian, bentuk fisik, kendaraan, dan atribut2 yang mereka kenakan. Hanya saja, walaupun ada perbedaan tingkat perekonomian di antara mereka sendiri, mereka cenderung bersikap lebih enak pada sesama jenis, daripada dengan jenis lain.

Sunday, July 06, 2008

WHAT’S IN MY MIND NOW

WHAT’S IN MY MIND NOW

  • Chinnese
  • Rasis
  • Lifestyle
  • Kota besar
  • Metropolis
  • Metrosexual
  • Cosmopolitan
  • Pop culture
  • Banyak tugas
  • Girl N Relationship
  • Place in This World; Michael W. Smith

Well… saat ini gw lg habis baca majalah Cosmopolitan, n beberapa blog:

http://sriokto.blogs.friendster.com/my_blog/2007/08/miss_chinese_co.html

http://wijendaru.wordpress.com/2008/02/02/majalah-sebagai-produk-budaya-pop/

http://lifebyyourhand.blogspot.com/2007/10/gaya-hidup.html


Pertama2 gw mo komentar dulu tentang majalah n gaya hidup Cosmopolitan…. Poin2nya adalah

  • Pemujaan Hedonisme
  • Liberalisme yang tidak patriotik
  • Sangat mendukung tersebarnya budaya pop culture yang bisa berakibat jangka panjang menjadi memandang manusia hanya dari fisik dan materi semata….
  • Memacu egoisme dan mencari keuntungan diri sendiri
  • Secara tersamar berisi tentang seperangkat aturan yang harus dijalani dalam dunia metro-kosmopolitan (kita sebut saja begitu)....

Kalo kamu mau berhasil ikuti anjuran2 ini....

Jangan seperti ini...

Ini lho contoh orang yang gagal....

Sebaiknya seperti ini....

Kalo kamu mau diterima dalam lingkungan ini kamu harus begini, begini, dan begitu....


Habis itu gw langsung tulis imel k temen gw, isinya....

Dooh Pusing…

Halo frens, piye kabare
Gi ngopo ki...? Posisi ng ndi...? N lg sibuk ngpaen...?

Gmn kbr Kota Besar...?

Dooh, aq lg banyak tugas nh...
mengalir spt air...
Kw wis libor...?
Aq pengen jalan2 ng kota besar ik...
Aq seneng karo cosmopolitan lifestyle, tp aq gk seneng karo budaya pop culture
Karena pop culture itu tidak bisa membuat orang jd diri sendiri.... Aq pengen nemu cosmopolitan lifestyle ng kota besar, tapi goro2 aq ora memenuhi syarat/ standard pop culture aq dadi ora iso ngrasakno cosmopolitan lifestyle...

eeeeeh.....

kw mudeng gk opo xing tak omongke barusan....?
hehehe...


Jadi itulah pada intinya

Bahwa pada dasarnya manusia adalah egois, dan mau mencari keuntungan diri pribadi.

Tren gaya hidup metropolis-kosmopolitan sarat berisi tentang pop culture yang menuntut manusia untuk beradaptasi secara OVER dan tidak lagi menjadi dirinya sendiri demi mendapatkan apa yang dia inginkan dari komunitas.

Sebenarnya aku tahu keinginan dari semua manusia:

DICINTAI APA ADANYA (UNCONDITIONAL LOVE)

(Setelah baca ini, coba dengarkan lagunya Josh Groban yg You are Loved ya...!)


NB:

Salah satu situs menulis begini

Buat apa cowok atau cewek , pasangan hidup, toh hidup saya sudah mapan, saya punya pekerjaan bagus,gaji besar, punya mobil, tinggal di apartemen, kalaupun saya butuh kepuasaan biologis, banyak teman saya yang bisa memberikan. ( butuh sama butuh / suka sama suka )…

Tapi aku berkata kepadamu:

Sampai saat ini aku belum bisa menemukan n merasakan yang namanya One Night Stand atau Making Love After Party

Nyari yang suka sama suka

Why it is harder than it seems…?